Pages

Sabtu, 12 Juli 2014

makalah sejarah agama zoroaster

BAB I
PENDAHULUAN

Kehidupan dan ajaran Zarathustra memberikan teladan bagi mereka yang menapaki jalan spiritual, di dalamnya terdapat tata cara untuk memulai perjalanan spiritual. Menurut ceritanya, Zarathustra dilahirkan dari pohon Huma. Penafsiran dari pendapat ini adalah bahwa ruh pembimbing tidak datang secara langsung dari langit, dia dilahirkan dari keluarga manusia biasa, pohon itulah keluarganya.
           Merupakan suatu kesalahan besar bagi umat beragama yang keluar dari ketaatan mereka terhadap sang master yang telah menempatkan melalui imajinasi mereka, pada suatu pijakan dimana mereka sendiri tidak akan pernah dapat membuktikan keberadaannya ketika imajinasi itu datang pada pikiran. Hal itu hanya ada dalam cakrawala keimanan. Tidak diragukan lagi keimanan adalah dasarnya. Keimanan adalah lampu yang menerangi jalan, tetapi pikiran adalah bola lampu yang membuat cahayanya menjadi Nampak.
           Tujuan dari seluruh penciptaan ini adalah untuk memenuhi pencapaian kesempurnaan seperti yang ingin dicapai manusia. Semua umat manusia, seperti orang suci, orang bijaksana, nabi, dan seorang master adalah manusia yang menjadi, dan kesempurnaan keilahian mereka memperlihatkan dalam memenuhi tugasnya sebagai manusia.
           Pencapaian spiritual Zarathustra datanng pertama kali dari hasil komunikasinya dengan alam semesta. Dia menghormati, memuja dan menyembah keagungan alam, dan dia melihat kebijaksanaan yang tersembunyi dibalik seluruh tciptaa. Dia belajar dan mengenali keberadaan sang pencipta, mengakui kebaikan-Nya yang sempurna dan kemudian menyerahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Nama-Nya. Bagi mereka yang mengikutinya dalam jalan pencapaian spiritual ini, dia memperlihatkan sisi-sisi yang berbeda dari alam semesta, dan meminta mereka untuk melihat apa yang dapat mereka lihat dibalik itu semua. Dia menunjukkan pada pengikutnya bentuk, garis, warna dan gerakan yang mereka begitu tertarik padanya, tentu dibuat oleh seniman yang benar-benar ahli. Tidak bisa semuanya bekerja secara mekanis dan sempurna. Mekanismenya, sesempurna apapun dibuatnya, tidak bisa bekerja tanpa bantuan seorang teknisi. Oleh karena itu dia perlihatkan pada mereka bahwa Tuhan bukanlah suatu obyek yang dibuat oleh imajinasi manusia, walaupun dia bentuk oleh imajinasi luar manusia. Sesungguhnya, Tuhan adalah keberadaan itu sendiri : suatu keberadaan yang, jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain di dunia, Dia ada di luar perbandingan, Dia adalah Satu-satunya keberadaan.
           Cara pemujaan yang diajarkan oleh Zarathustra adalah untuk menyembah Tuhan dengan member penghormatan pada Alam Semesta. Karena Alam memberikan pada jiwa keberadaan yang tak terbatas dan tak berakhir yang tersembunyi dibalik itu semua.[1]                    
    
A.    Sejarah Agama Zoroaster
Iran dan Persia adalah dua nama yang sering digunakan untuk menunjukan satu wilayah. Sebenarnya, antara kedua terdapat sedikit perbedaan. Salah satu rumpun bangsa arya, yaitu bangsa media mediami wilayah Iran bagian Barat. Sementara rumpun bangsa arya lainnya, yaitu bangsa Persia, mendiami wilayah Iran Barat. Sementara rumpun bangsa arya lainnya, yaitu bangsa Persia, mendiami bagian Selatan wilayah tersebut. Baik bangsa media maupun Persia, keduanya tunduk pada kekuasaan bangsa Assyria. Namun, sejak tahun 1000 SM, bangsa Persia berhasil menaklukan bangsa media bahkan  menaklukan imperium Assyria. Sejak saat itu wilayah iran dikenal dengan nama Persia.
Kekaisaran Akhemeniyah (Persia) imperium ini didirikan oleh Cyrus atau Koresh yang agung pada tahun 550 SM. Kerajaan ini menjadi imperium pertama kali itu. Pada tahun 486 SM, raja Darius 1 naik takhta, pada tahun 521 SM menguasai iran. Paa tahun 334 SM, Alexander Agung kaisar Macedonia, yunani, merentangkan kekuasaannya hingga mampu menaklukan dan menguasai imperium Persia. Alexander bahkan memerintahkan pasukannya untuk membunuh ribuan tentara Persia, dan membakar ibu kotanya : Parsepolis. Tindakan ini sengaja dia lakukan sebagai balasan atas pembakaran kota Athena yang dulu dilakukan pasukan Persia. Alexander sendiri mengikrarkan diri bahwa dialah pewaris takhta raja-raja Akhmeniyah, Alexander pun mengikuti cara hidup, tradisi, dan budaya Persia, bahkan berusaha menciptakan kebudayaan baru yang memadukan kebudayaan Persia dan Yunani.
Sesaat setelah kematian Alexander pada tahun 323 SM, terjadilah perpecahan diantara para panglima militernya. Mereka pun mulai membagi wilayah kekuasaan yang telah ditaklukan Alexander. Wilayah Persia sendiri pada akhirnya menjadi milik panglima seleukus, salah seorang jendral Alexander. Sejak masa tersebut, Persia memasuki era pemerintahan kekaisaran Seleukus yang berlangsung hingga tahun 141 SM. Dibawah kekaisaran Seleukus, Persia mengalami babak sejarah yang cemerlang. Kekaisaran ini berhasil menggabungkan Asia Kecil, Syam, Irak dan Iran menjadi satu kesatuan wilayah. Ibu kota baru pun didirikan sebagai pusat pemerintahannya, yaitu seleukia di Tigris, Irak. Dinasti ini juga mempunyai Ibu kota kedua di wilayah bagian Barat, yaitu Antakya yang terletak di lembah sungai al-Ashi.
Setelah itu, muncul kekaisaran Parthia yang pada tahun 247 SM-224 M. dalam lembar sejarah iran kuno, kekaisaran Parthia disebut juga dinasti Arcia. Namun Arcia dinisbahkan kepada raja pertamanya, yaitu Arcia I. dinasti ini berasal dari klan saka yang mendiami wilayah Timur Laut Iran. Dinasti ini telah berhasil menaklukan kekaisaran Seleukus demi merentangkan pengaruh dan kekuasaannya hingga ke seluruh wilayah Persia. Nama Arcia kemudian dipakai sebagai gelar untuk seluruh kaisar Parthia, seperti gelar kaisar pada raja-raja Romawi. Kekaisaran Parthia (Arcia) banyak terlibat serangkaian perang dengan pihak imperium Romawi. Mereka bahkan pernah meraih kemenangan gemilang atas Romawi pada tahun 54 SM. Kemenangan ini menjadika imperim Persia (Masa Kekaisaran Parthia) menjadi satu-satunya kekuatan terbesar dunia saat itu. Sekalipun rentang masa pemerintahan kekaisaran ini mencapai lima abad lebih, namun tidak meninggalkan banyak jejak peradaban sebagaimana kekaisaran Persia lainnya. Kekaisaran Parthia hanya meninggalkan jejak seni yang sederhana.
Kekaisaran Sasanid didirikan oleh Ardashir I yang berkuasa pada tahun 224 M. dinasti ini dipercaya sebagai pembangun dan penghidup kembali peradaban Persia dan Zoroaster, sekaligus berupa membangun kembali tradisi Persia peninggalan dinasti Akhmeniyah. Dinasti ini justru membuka kontak dagang dengan pihak musuh utama mereka, yaitu Romawi (Byazantium), juga dengan pihak Cina.
Ardasir memiliki posisi yang tinggi dalam sejarah orang-orang iran. Dia dipandang sebagai sosok yang berhasil menyatukan bangsa Iran, orang yang menghidupkan kembali ajaran Zoroaster, sekaligus sebagai pendiri imperium Pahlavi. Ardasir wafat pada tahun 240 M dan digantikan oleh putranya. Shapur yang kembali memerangi imperim Byzantium, dan berhasil menaklukan kaisar Romawi.
Agama Zoroaster dinisbahkan kepada seorang nabi kuno asal Persia bernama Zarathustra yang hidup sepanjang tahun 674-551 SM. Keyakinan agama Zoroaster meliputi aspek monoteisme dan paganism sekaligus. Mulanya, keyakinan Zoroaster hanya mencakup monoteisme saja. Namun seiring perkembangannya, keyakinan agama ini juga meliputi paganisme prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi, seorang sarjanawan muslim kontemporer, mengatakan bahwa  Zarathustra menyerukan ajaran monoteisme untuk menyembah Tuhan yang tunggal, pencipta segala sesuatu dan segala alam, baik yang berupa esensi (ruh) maupun materi (maddah). Dia menyebut Tuhan yang satu itu dengan nama “Ahura Mazda”.[2]

B.     Penganut dan Perkembangan Agama Zoroaster
Sebelum Zarathustra lahir, agama bangsa persi adalah bersumber pada ajaran polytheisme, paganism, dan animism. Tidak heran jika dakwahnya pada periode pertama selama 12 tahun di media mendapat tantangan hebat dari masyarakat. Hampir terjadi pembunuhan terhadap dirinya hal ini disebabkan karena ajaran Zarathustra dipandang sangat berlawanan dengan agama mereka.boleh dikatakan bahwa Zarathustra tahap pertama ini gagal. Sebab hanya memperoleh jumlah pengikut yang sangat sedikit. Baru setelah ia pindah ke Chorsma (Qazam) dimana raja Chorazma yang sangat bernama Hestapes (Menurut Ejaan  latin) atau Vitaspa (menurut ejaan palava) serta menterinya Yasasp yang mengawini adik kandungannya bernama Pauron Chista, keduanya menjadi pengikut, Zarathustra, pada tahun 618 SM, maka barulah agama Zarathustra memperoleh kemajuan perkembangan di daerah tersebut.
Dikalangan pengikutnya berkembang suatu legenda bahwa Zarathustra adalah rasul Ahura mazda untuk menyebarkan ajaran agamanya serta menyelenggarakan api upacara ke seluruh kerajaan Persia. Atas dasar tugas kerasulan, kemudian timbul perang antara Zarathustra serta pengikut-pengikutnya di satu pihak dengan pengikut agama  lama dipihak lain.
Perang demikian dianggap suci oleh karena itu merupakan perjuangan melawan kesesatan dan keberhalaan. Dalam perang suci itulah Zaratustra meninggal dunia. Beberapa puluh tahun kemudian sepeninggalannya timbul cerita keajaiban seperti : Cerita tentang keajaiban alam saat Zatathustra lahir, yaitu dunia goncang, orang buta menjadi sembuh, orang lumpuh dapat berjalan kembali, iblis dan syaitan terkubur di bawah bumi, dan sebagainya.[3]
Menurut penganut Zoroaster, Dzat Ahura mazda adalah esensi murni yang suci dari segala bentuk materi, yang tak dapat dilihat oleh pandangan mata atau tidak dapat ditangkap kedzatannya oleh akal manusia. Banyak dari manusia yang tidak mampu mengimani dzat dengan sikap seperti ini, kecuali jika dzat tersebut dirumuskan dan dijelaskan kedalam sebuah rumusan yang bersifat material yang sekiranya dapat ditangkap oleh akal manusia. Oleh karena itu Zoroastrianisme pun membuat rumusan tentang hakikat ketuhanan Ahura Mazda dengan dua rumus penting.
Rumus pertama bersift transenden (Samawi) yang disimbolkan dengan matahari, sedangka rumus  kedua bersifat imanen (ardhi) yang disimbolkan dengan api. Keduanya adalah unsur yang memancarkan cahaya, menerangi semesta, suci, serta tidak dapat terkontaminasi oleh hal-hal yang buruk an segala bentuk kerusakan. Kepada cahayalah kehidupan semesta raya ini bergabung. Sifat inilah yang paling mendekati untuk digambarkan oleh manusia akan sifat maha pencipta.

C.        Kitab Suci Agama Zoroaster
Kitab suci agama Zoroaster dikenal dengan nama Avesta. Ada tiga bagian di dalam kiitab ini :
1)      Gathas, berupa nyanyian yang secara umum dapat dinisbahkan pada Zoroaster sendiri.
2)      Yashts atau himne korban yang ditujukan kepada berbagai macam dewa.
3)      Vendidat atau Videdat, “Aturan Melawan Syetan” berupa sebuah risalah yang terutama menyangkut ketidak murnian ibadah dan perinsip dualism yang diperkenallkan oleh Zoroaster dan diuraikan sangat panjang dalam bidang kehidupan praktis.[4]

D.       Ajaran dan kepercayaan agama Zoroaster
           Sumber agama Zoroaster sama seperti sumber agama Hindu telah dijalankan di India dan pengikut Zoroaster ada di Persia. Sumber asli dari agama yang sejenis dari bangsa Arya adalah pemuja pada matahari. Ini adalah turunan langsung dari agama nenek moyang nabi-nabi Yahudi juga. Tidak ada agama yang bisa lepas dari garis keturunan ini.
           Penganut Zoroaster, bahkan sampai saat ini, menyembah dewa Ahurmazd dengan memandang dan membungkukkan badan pada matahari. Arti simbolis dari ritual ini adalah pemujaan cahaya, dan khususnya satu Cahaya yang tidak serupa di mana saja, yang bersinar pada semua benda, dan padanya kehidupan seluruh semesta tergantung secara mutlak. Ini adalah pelajaran yang diberikan di masa lalu untuk menyiapkan pikiran manusia agar menjadi suka pada cahaya, sehingga pada suatu hari nanti jiwanya akan terbuka, dan cahaya dari dalam diri, Matahari Abadi, pantulan yang pada permukaannya addalah matahari, dapat memberikan pengetahuan dan dipuja.
           Orang menyebut penganut Zoroaster pemuja api. Ini adalah sebuah fakta. Mereka menyediakan api yang tetap menyala di tempat pemujaannya. Api ini adalah sebuah obyek yang terus dijaga di hadapan mereka ketia mereka berpikir tentang Tuhan, karena api menyucikan semua benda, dan cahaya di dalamnya menyucikan semua jiwa. Sesungguhnya, menyenangkan sekali jika ada api di musim dingin, dan khususnya untuk membakar dupa, yang mengusi lembab dari tempat itu dan member kemudahan untuk menarik nafas dalam-dalam dan bebas.
           Hal ini adalah, di bumi, api dapat menjadi pengganti matahari ketika suasana gelap gulita, karena nyalanya member cahaya. Ia membangun lagi pikiran akan cahaya dalam diri.
           Mereka memuja di hadapan aliran air dan pemandangan Alam yang berbeda yang berbicara pada pendengaranya tentang ke Ilahian yang menetap di dalam diri mereka.[5]
        Dilihat dari sejumlah hidupnya, kebanyakan para ahli menganggap Zarathustra merupakan tokoh reformis atau mujadid (Pemburu) terhadap agama tradisional yang telah berkembang di lingkungan masyarakat saat itu. Meskipun ia sendiri adalah putra iran yang dilahirkan dan diasuh dalam lingkungan tradisi agama lama, namun ia merasa tidak puas dengan praktik-praktik pemimpin agama yang telah menyelewengkan keyakinan agama kearah keberhalaan yang menyesatkan jiwa masyarakat. Oleh karena itu ia bangkit dan berjuang untuk memperbaharuinya.
        Agama Indi Iran, sebelum Zarathustra, menurut para penyelidik ahli sejarah banyak persamaannya dengan agama Vedda di India. Karena kedua agama tersebut berasal dari satu rumpun kebangsaan yaitu bangsa Indo Jerman yang masuk atau menyerbu India Utara pada tahun 1500 SM. Persamaan tersebut dapat dibuktikan dalam beberapa hal sebagai berikut :
a)      Mengenal adanya pemujaan, yaitu :
Mengenal pemujaan terhadap dewa mithra yaitu dewa matahari.
Mengenal pemujaan terhadap dewa varunna yaitu dewa laut.
Mengenal pemujaan terhadap dewa hauma yaitu dewa soma (nama tumbuh-tumbuhan).
b)      Mengenal adanya kasta, yaitu :
Kasta kepada Negara dan pendeta.
Kasta militer.
Kasta petani atau penggarap tanah.
Masing-masing kasta ini mempunyai dewa sendiri-sendiri. Dengan demikian tentu mereka mempunyai banyak dewa. Poliytheisme agama Indo Iran tidak ada batas, oleh karena inilah Zarathustra ingin memperbaiki system kepercayaan dan cara penyembahan kepada dewa-dewa yang begitu rumit dengan sistem kepercayaan dan cara pemujaan yang mudah serta praktis untuk diamalkan oleh masyarakat.
Sejak semula Zarathustra menolak monotheisme dengan segala tradisinya baik dalam bentuk upacara-upacara korban maupun system pemujaan. Sebaliknya hanya satu dewa yang dia pertahankan yaitu dewa Asura atau dewa Alam, selanjutnya dewa Asura disebut dewa Ahueamazda oleh Zarathustra.
Walaupun ajaran Zarathustra berdasarkan monotheisme yaitu mempercayai dan menyembah satu dewa Ahurmazda. Namun paham Zarathustra masih terpengaruh oleh agama alamiah Persia yang bersifat panahesitis dan berpaham magisme yaitu kepercayaan terhadap kesatuan dewa dengan alam semesta yang menjelma dalam pribadi magis yakni pendeta tertinggi. Akan tetapi Zarathustra berhasil mengangkat Ahuramazda pada kedudukan yang paling tinggi diantara para dewa yang ada dalam agama Persia Kuno. Yang dikenal dengan agama Magisme.
Ajaran Zarathustra juga membenarkan adanya makhluk-makhluk suci yang bersifat pengasih, penegak kesusilaan. Makhluk-makhluk suci membantu perjuangannya. Akan tetapi setelah Zarathustra meninggal, kepercayaan kepada makhluk-makhluk suci tersebut dirubah menjadi konsepsi kedewataan yang dihubungkan dengan penciptaan alam yang terdiri dari 6 penciptaan benda-benda alam yaitu :
1)      Asha Vahista yaitu dewa tata tertib dan kebenaran yang indah digambarkan sebagai dewa yang menguasai api.
2)      Vahu Manah yaitu dewa hati nurani baik atau god mind digambarkan sebagai api jantan.
3)      Keshatra Variya yaitu dewa yang mencintai dan menguasai logam-logam.
4)      Spenta Armaity yaitu dewa kebangkitan yang maha pengasih yang menguasai bumi dan tanah.
5)      Haurvatat yaitu dewa kebulatan yang menguasai air dan tumbuh-tumbuhan.
6)      Amerta yaitu dewa kekekalan yang menguasai air dan tumbuh-tumbuhan.
Prinsip lain dari ajaran Zarathustra ialah kepercayaan adanya dua kekuatan alami yang selalu berlawanan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan. Dua kekuatan ini sama-sama kuatnya dan saling menaklukan. Asal-usul timbulnya pertentangan dua kekuatan alamiah tersebut adalah bermula pada terciptanya 2 (dua) jenis roh yang berlawanan kekuatan. Keduanya adalah putra Ahuramdza. Masing-masing disebut Angra Mainya (Ahriman) dan Spenta Mainyu. Angra Mainya (Ahriman) memihak kepada kerusakan, kejahatan, kedzaliman dan kekuatan syaitan serta keberhalaan sedangkan roh Spenta Mainyu memihak kepada kebaikan sesuai dengan kehendak ayahnya (Ahurmazda).
Dari titik tolak pandang tentang dualisme kekuatan tersebut, maka dasar ajaran ketuhanan Zarathustra adalah filsafat yang didasarkan prinsip kontradiksionisme (paham mempertentangkan) antara dua kekuatan alamiah yang berlangsung sampai ada yang terkalahkan.
Ahura Mazda pada akhirnya akan mengalahkan kekuatan jahat, karena yang dapat kekal hanyalah kekuatan kebaikan saja. Yaitu kekuatan Ahura Mazda itu sendiri, sedangkan ahriman dan pengikutnya akan hancur musnah.
c)      Tentang penciptaan alam
         Agama Zarathustra mengajarkan bahwa kekuatan moral dapat menguasai alam semesta ini. Persaingan antara prinsip-prinsip baik dan buruk seperti terjadinya siang dan malam dipandang sebagai keseluruhan sejarah semesta ini.
         Menurut ajaran Zarathustra ala mini sudah berusia 6000 tahun dan masih akan berusia 6000 tahun lagi atau usia ala mini 12.000 tahun lamanya. Sesudah 12.000 tahun itu terjadilah kiamat.
Masa 12.000 tahun ini dibagi dalam beberapa periode :
1)      Periode 3000 tahun yang pertama : yaitu masa Ahurmazda menciptakan alam semesta ini dalam bentuk spiritual. Dalam masa-masa ini Angra Mainyu, dewa kejahatan beserta 6 pembantu-pembantunya menciptakan alam sebagai tandingan dari yang diciptakan oleh Ahuramazda.
2)      Periode 3000 tahun yang kedua : Ahuramazda dan Angra Mainyu saling berpacu dalam material, ternyata sama kuatnya dan saling kalah mengalahkan. Itulah terjadinya gelap dan terang, siang dan malam.
3)       Periode 3000 tahun ketiga : Zarathustra menerima wahyu dan menyiarkan kepada umat manusia.
4)      Periode 3000 tahun keempat : Pada masa ini tiap  seribu tahun akan muncul seorang Messiah atau (Imam Mahdi menurut Islam) yang disebut masing-masing Shaoshayant adalah keturunan Zarathustra. Adapun Shaoshayant yang terkait selain memimpin manusia juga pembantunya. Setelah itu barulah terwujud perdamaian abadi dalam dunia material.[6]
d)     Manusia
               Manusia pada asalnya adalah wujud ghaib, dan rohnya dalam bentuk fravashi dan fravhr, ada sebelum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya adalah ciptaan Ohramzd, dan roh itu tidak bersifat abadi. Manusia adalah milik Tuhan dan kepadanya dia kembali.
e)      Etika
         Sebagian besar ajaran agama Zoroaster adalah menyangkut masalah etika. Dasar pikiran teologisnya mempunyai pandangan moralistic tentang kehidupan. Kenyataan kehidupan yang utama dan tidak bisa dihindari adalah kejelekan. Baik  adalah baik dan jelek adalah jelek. Menolak adanya kejelekan yang terpisah sama dengan mempertalikan atau menghubungkan  kejelekan pada Tuhan. Ini tidak mungkin. Oleh karena itu, kejelekan tentu merupakan sesuatu yang berdiri sendiri secara terpisah. Moralitas Zoroaster diungkapkan dalam tiga kata, yaitu Humat, Hukht, dan Huvarst (Pikiran baik, Perkataan baik dan Perbuatan baik).
        Dalam teks yang di nisbahkan pada Adhurbadh, orang yang sering dianggap sebagai pelopor ajaran Zoroaster Ortodoks, keseluruhan ditekankan kepada sikap yang tidak berlebih-lebihan serta menghindari sikap ekstrim, hendaknya manusia menikmati hal-hal yang baik di dunia sambil mempersiapkan diri, dengan perilaku yang benar dan masuk bagi kehidupan abdi di akhirat.
f)       Peribadahan
         Dalam salah satu butir teks beberapa perkataan Adhurbadh bin Mahraspand ayat 72 disebutkan “pergilah ke kuil api tiga kali sehari dan bacalah do’a api”. Kelanjutan ayat tersebut mengatakan bahwa “siapa yang paling sering pergi ke kuil api dan membaca do’a api akan menerima banyak barang duniawi dan kesucian”.
         Zoroaster mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribadah lima kali sehari. Ketika matahari terbit, ketika tengah hari, ketika matahari terbenam, waktu setengah hari seperti waktu ashar, tengah-tengah antara tengah hari dan waktu matahari terbenam. Bagi agama Zoroaster, selama musim panas do’a-do’a yang dibaca pada tengah hari berfungsi membantu orang yang saleh untuk berfikir tentang kebenaran serta tentang kejayaan kebaikan sekarang dan yang akan datang sedangkan selama musim dingin adalah merupakan peringatan tahunan akan adanya kekuatan kejahatan yang mengancam dan perlunya bertahan terhadapnya.
Tambahan baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat matahari terbit. Doa ini dipersembahkan bagi Sraosha Tuhannya do’a.
         Do’a atau sembahyang lima kali sehari merupakan kewajiban yang mengikat bagi para pemeluk agama Zoroaster, bagian pengabdian wajibnya pada Tuhan, dan senjata did lam bertarung melawan kejahatan.
        Bentuk dan isi sembahyang yang dikenal dari praktek yang ada adalah sebagai berikut :
Ø  Mempersiapkan diri dengan mencuci wajah, tangan dan kaki dari kotoran debu.
Ø  Melepas tali kawat suci dan berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di mukanya, tegak lurus dihadapan penciptanya, matanya menatap symbol kebajikan api, kemudian berdo’a pada Ohrmazd (Ahura Mazda), mengutuk Ahriman (sambil memukul-mukulkan ujung kawat dengan penghinaan), memasang tali kawat lagi sambil berdo’a. Keseluruhan  pelaksanaan memakan waktu ± lima menit.
        Di samping kewajiban individu diatas, para pengikut Zoroaster masih mempunyai kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh macam peringatan hari besar tahunan. Waktu peringatan berbeda-beda :
1)      Pertengahan musim semi.
2)      Pertengahan musim panas.
3)      Pertengahan musim dingin.
4)      Upacara khusus bagi kelahiran.
5)      Menginjak usia pubertas.
6)      Perkawinan.
7)      Kematian.

g)      Pengadilan saat kematian
         Ajaran agama Zoroaster tentang nasib roh setelah mati terlihat sangat jelas. Konsep kitab Avesta memberi dasar ajaran ini dan teks ini telah disalin dengan sedikit bervariasi di dalam kitab Pahlavi. Setiap roh manusia setelah meninggalkan kehidupan dunia ini akan bergentayangan menunggu selama tiga hari di dekat jasad yang sudah menjadi mayat. Pada hari keempat, roh mengalami pengadilan diatas “jembatan pembalasan”, jembatan yang dijaga oleh dewa Rashu yang bertindak sebagai hakim yang secara sangat adil menimbang perbuatan baik dan buruk manusia. Jika perbuatan baiknya lebih berat, roh tersebut di ijinkan langsung menuju surga, tetapi jika perbuatan buruknya lebih besar, roh tersebut ditarik dan dimasukan ke dalam neraka apabila perbuatan baik dan buruknya seimbang, maka roh tersebut dibawa ke suatu tempat yang bernama Hamestagan atau tempat campuran.
Neraka di dalam agama Zoroaster bukan merupakan tempat penyiksaan abadi. Neraka hanya bersifat sementara dan merupakan tempat penyucian dari noda-noda dosa. Akhir penyucian dosa terjadi pada pengadilan (Nisab) terakhir pada akhir zaman.

h)      Hari kebangkitan
         Sebagaimana dapat dipahami dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, pengadilan roh pada saat kematian hanyalah merupakan suatu  pendahuluan bagi pengadilan akhir hari kiamat. Perhitungan terakhir, menurut agama Zoroaster, juga hanya berupa tiga hari “penyucian” di dalam logam yang meleleh dan setelah itu roh-roh terkutuk bangkit dari neraka dan seluruh umat manusia tnpa kecuali berkumpul dalam surga tempat tinggal Ahriman dan syetan-syetan. Tuhan melunakan keadilan dengan rasa belas kasihan. Dia tidak mempunyai sifat yang kejam dan sama sekali tidak bisa murka.
Konsepsi surga menurut agama Zoroaster sangat sederhana. Surga adalah suatu keadaan yang kembali kepada kehidupan dunia yang ideal dipulihkan, suatu kehidupan yang berpusat disekitar keluarga manusia diamankan suami sekali lagi bisa menikmati keinginan istrinya yang sah dengan disertai anak-anaknya. Kehidupan disurga adalah penyempurnaan alami dari pada kehidupan di dunia dengan kekecualian manusia tidak lagi mempunyai nafsu makan dan merupakan tempat para roh memuji rahmad dan Ahmaspand dengan keras. Disana seluruh keluarga manusia berkumpul dalam  suatu kehidupan abadi dan kenikmatan yang abadi pula.[7]
i)        Konsep Api dalam ajaran agama Zoroaster
         Zoroaster menganjurkan pengikutnya untuk senantiasa menyalakan api suci di tungku-tungku api yang terdapat  di setiap kuil peribadahan. Api tersebut harus selalu menyala dan memancarkan cahaya. Tungku api itu dijaga dan diurus oleh para pemimpin agama (magis), Rohaniwan muda, juga oleh para pendeta kuil. Setiap  hari, mereka selalu memasukan kayu cendana ke dalam tungku api sebanyak lima kali atau kayu lain yang mengeluarkan aroma wewangian khas, juga menaburkan serbuk-serbuk dan cairan wewangian sehingga udara di dalam kuil selalu terasa segar dan harum semerbak. Mereka juga memanjatkan do’a dan melaksanakan ritual keagamaan disekitar api tersebut. Dalam tradisi Zoroastrianisme, ketika akan mendirikan sebuah kuil api baru, mereka diharuskan menyalakan api terlebih dahulu pada Sembilan buah lilin atau obor. Nyala api diobor pertama kemudian disalurkan untuk nyala api diobor kedua, dan seterusnya hingga pada obor terakhir itulah yang telah sampai pada derajat kesucian api. Dan dari api kesembilan itu mereka menyalakan api pada tungku kuil baru tersebut.
j)        Ritual Kematian Agama Zoroaster
         Zoroasternisme tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritual kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak. Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara kematian adalah sebagai berikut :
1)      Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.
2)      Sesudah itu, mayat lalu dibawa ke Dakhma atau Menara Ketenangan.
3)      Disana mayat akan ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan agar dimakan oleh burung-burung.
4)      Sisa-sisa tulang kemudian dibuang ke dalam sumur.

k)      Upacara Keagamaan Sehari-hari dan Hari raya
           Untuk melangsungkan upacara keagamaan sehari-hari, penganut Zoroaster tidak diharuskan pergi ke kuil. Mereka dapat berdoa di mana saja seperti di gunung-gunung, sungai-sungai, lading-ladang ataupun di rumah. Mereka dapat menyampaikan nazar, penyesalan dosa, ungkapan terima kasih, dan sebagainya. Waktu yang dirasakan tepat untuk melakukan upacara agama sehari-hari adalah di pagi hari. Zoroastrianisme mempunyai beberapa hari raya atau disebut Gahambars. Perayaan Tahun Baru (Naw Ruz atau Noruz) merupakan hari raya yang dirayakan paling meriah. Selain itu, ada juga Festival Seribu Hari (Sada) yang dirayakan di dekat sungai, pengenangan akan orang-orang yang telah meninggal, dan perayaan Ulang Tahun Zoroaster.[8]



























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
           Sumber agama Zoroaster sama seperti sumber agama Hindu telah dijalankan di India dan pengikut Zoroaster ada di Persia. Sumber asli dari agama yang sejenis dari bangsa Arya adalah pemuja pada matahari. Ini adalah turunan langsung dari agama nenek moyang nabi-nabi Yahudi juga. Tidak ada agama yang bisa lepas dari garis keturunan ini.
           Penganut Zoroaster, bahkan sampai saat ini, menyembah dewa Ahurmazd dengan memandang dan membungkukkan badan pada matahari. Arti simbolis dari ritual ini adalah pemujaan cahaya, dan khususnya satu Cahaya yang tidak serupa di mana saja, yang bersinar pada semua benda, dan padanya kehidupan seluruh semesta tergantung secara mutlak. Ini adalah pelajaran yang diberikan di masa lalu untuk menyiapkan pikiran manusia agar menjadi suka pada cahaya, sehingga pada suatu hari nanti jiwanya akan terbuka, dan cahaya dari dalam diri, Matahari Abadi, pantulan yang pada permukaannya addalah matahari, dapat memberikan pengetahuan dan dipuja.













DAFTAR PUSTAKA

Sami bin Abdullah al-maghlouth, atlas agama-agama,Jakarta: penerbit almahira,2011.
Arifin, prof.HM, menguak misteri ajaran agama-agama besar,Jakarta:PT Golden trayor press, 1986.
Ali mukti,H.A,Agama-agama di dunia, yogjakarta:Hanindita Offset, 1988.
http/www.wikipedia.com, senin 18-03-2013, 14.24
Khan Inayat Hazrat, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta : Putra Langit, 2003),




[1] Hazrat Inayat Khan, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta : Putra Langit, 2003), hal. 215-216
[2] Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama, (Jakarta :Almahira,2011), hal.465-466
[3] Prof. HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT Golden Trayon Press,1986), hal.19
[4] H.A Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : PT. HAnindita Offset,1988), hal.270
[5] Hazrat Inayah Khan, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta : Putra Langit,2003), hal. 217-218
[6] H.A Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : PT. HAnindita Offset,1988), hal.19-21
[7] Ibid, hal.271
[8] Http.www.wikipedia.com.senin18-03-2013, 14.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

karya lain

http://s2831133050.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2015-01-01T00:00:00-08:00&max-results=5

Blogroll

About