BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan
dan ajaran Zarathustra memberikan teladan bagi mereka yang menapaki jalan
spiritual, di dalamnya terdapat tata cara untuk memulai perjalanan spiritual.
Menurut ceritanya, Zarathustra dilahirkan dari pohon Huma. Penafsiran dari
pendapat ini adalah bahwa ruh pembimbing tidak datang secara langsung dari
langit, dia dilahirkan dari keluarga manusia biasa, pohon itulah keluarganya.
Merupakan
suatu kesalahan besar bagi umat beragama yang keluar dari ketaatan mereka
terhadap sang master yang telah menempatkan melalui imajinasi mereka, pada
suatu pijakan dimana mereka sendiri tidak akan pernah dapat membuktikan
keberadaannya ketika imajinasi itu datang pada pikiran. Hal itu hanya ada dalam
cakrawala keimanan. Tidak diragukan lagi keimanan adalah dasarnya. Keimanan
adalah lampu yang menerangi jalan, tetapi pikiran adalah bola lampu yang
membuat cahayanya menjadi Nampak.
Tujuan
dari seluruh penciptaan ini adalah untuk memenuhi pencapaian kesempurnaan
seperti yang ingin dicapai manusia. Semua umat manusia, seperti orang suci,
orang bijaksana, nabi, dan seorang master adalah manusia yang menjadi, dan
kesempurnaan keilahian mereka memperlihatkan dalam memenuhi tugasnya sebagai
manusia.
Pencapaian
spiritual Zarathustra datanng pertama kali dari hasil komunikasinya dengan alam
semesta. Dia menghormati, memuja dan menyembah keagungan alam, dan dia melihat
kebijaksanaan yang tersembunyi dibalik seluruh tciptaa. Dia belajar dan mengenali
keberadaan sang pencipta, mengakui kebaikan-Nya yang sempurna dan kemudian
menyerahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Nama-Nya. Bagi mereka yang
mengikutinya dalam jalan pencapaian spiritual ini, dia memperlihatkan sisi-sisi
yang berbeda dari alam semesta, dan meminta mereka untuk melihat apa yang dapat
mereka lihat dibalik itu semua. Dia menunjukkan pada pengikutnya bentuk, garis,
warna dan gerakan yang mereka begitu tertarik padanya, tentu dibuat oleh
seniman yang benar-benar ahli. Tidak bisa semuanya bekerja secara mekanis dan
sempurna. Mekanismenya, sesempurna apapun dibuatnya, tidak bisa bekerja tanpa
bantuan seorang teknisi. Oleh karena itu dia perlihatkan pada mereka bahwa
Tuhan bukanlah suatu obyek yang dibuat oleh imajinasi manusia, walaupun dia
bentuk oleh imajinasi luar manusia. Sesungguhnya, Tuhan adalah keberadaan itu
sendiri : suatu keberadaan yang, jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain di
dunia, Dia ada di luar perbandingan, Dia adalah Satu-satunya keberadaan.
Cara
pemujaan yang diajarkan oleh Zarathustra adalah untuk menyembah Tuhan dengan
member penghormatan pada Alam Semesta. Karena Alam memberikan pada jiwa
keberadaan yang tak terbatas dan tak berakhir yang tersembunyi dibalik itu
semua.[1]
A. Sejarah
Agama Zoroaster
Iran
dan Persia adalah dua nama yang sering digunakan untuk menunjukan satu wilayah.
Sebenarnya, antara kedua terdapat sedikit perbedaan. Salah satu rumpun bangsa
arya, yaitu bangsa media mediami wilayah Iran bagian Barat. Sementara rumpun
bangsa arya lainnya, yaitu bangsa Persia, mendiami wilayah Iran Barat.
Sementara rumpun bangsa arya lainnya, yaitu bangsa Persia, mendiami bagian
Selatan wilayah tersebut. Baik bangsa media maupun Persia, keduanya tunduk pada
kekuasaan bangsa Assyria. Namun, sejak tahun 1000 SM, bangsa Persia berhasil
menaklukan bangsa media bahkan
menaklukan imperium Assyria. Sejak saat itu wilayah iran dikenal dengan
nama Persia.
Kekaisaran
Akhemeniyah (Persia) imperium ini didirikan oleh Cyrus atau Koresh yang agung pada
tahun 550 SM. Kerajaan ini menjadi imperium pertama kali itu. Pada tahun 486
SM, raja Darius 1 naik takhta, pada tahun 521 SM menguasai iran. Paa tahun 334
SM, Alexander Agung kaisar Macedonia, yunani, merentangkan kekuasaannya hingga
mampu menaklukan dan menguasai imperium Persia. Alexander bahkan memerintahkan
pasukannya untuk membunuh ribuan tentara Persia, dan membakar ibu kotanya :
Parsepolis. Tindakan ini sengaja dia lakukan sebagai balasan atas pembakaran
kota Athena yang dulu dilakukan pasukan Persia. Alexander sendiri mengikrarkan
diri bahwa dialah pewaris takhta raja-raja Akhmeniyah, Alexander pun mengikuti
cara hidup, tradisi, dan budaya Persia, bahkan berusaha menciptakan kebudayaan
baru yang memadukan kebudayaan Persia dan Yunani.
Sesaat
setelah kematian Alexander pada tahun 323 SM, terjadilah perpecahan diantara
para panglima militernya. Mereka pun mulai membagi wilayah kekuasaan yang telah
ditaklukan Alexander. Wilayah Persia sendiri pada akhirnya menjadi milik
panglima seleukus, salah seorang jendral Alexander. Sejak masa tersebut, Persia
memasuki era pemerintahan kekaisaran Seleukus yang berlangsung hingga tahun 141
SM. Dibawah kekaisaran Seleukus, Persia mengalami babak sejarah yang cemerlang.
Kekaisaran ini berhasil menggabungkan Asia Kecil, Syam, Irak dan Iran menjadi
satu kesatuan wilayah. Ibu kota baru pun didirikan sebagai pusat
pemerintahannya, yaitu seleukia di Tigris, Irak. Dinasti ini juga mempunyai Ibu
kota kedua di wilayah bagian Barat, yaitu Antakya yang terletak di lembah sungai
al-Ashi.
Setelah
itu, muncul kekaisaran Parthia yang pada tahun 247 SM-224 M. dalam lembar
sejarah iran kuno, kekaisaran Parthia disebut juga dinasti Arcia. Namun
Arcia dinisbahkan kepada raja pertamanya, yaitu Arcia I. dinasti ini berasal
dari klan saka yang mendiami wilayah Timur Laut Iran. Dinasti ini telah
berhasil menaklukan kekaisaran Seleukus demi merentangkan pengaruh dan
kekuasaannya hingga ke seluruh wilayah Persia. Nama Arcia kemudian dipakai
sebagai gelar untuk seluruh kaisar Parthia, seperti gelar kaisar pada raja-raja
Romawi. Kekaisaran Parthia (Arcia) banyak terlibat serangkaian perang dengan
pihak imperium Romawi. Mereka bahkan pernah meraih kemenangan gemilang atas
Romawi pada tahun 54 SM. Kemenangan ini menjadika imperim Persia (Masa
Kekaisaran Parthia) menjadi satu-satunya kekuatan terbesar dunia saat itu.
Sekalipun rentang masa pemerintahan kekaisaran ini mencapai lima abad lebih,
namun tidak meninggalkan banyak jejak peradaban sebagaimana kekaisaran Persia
lainnya. Kekaisaran Parthia hanya meninggalkan jejak seni yang sederhana.
Kekaisaran Sasanid didirikan oleh Ardashir I yang
berkuasa pada tahun 224 M. dinasti ini dipercaya sebagai pembangun dan
penghidup kembali peradaban Persia dan Zoroaster, sekaligus berupa membangun
kembali tradisi Persia peninggalan dinasti Akhmeniyah. Dinasti ini justru
membuka kontak dagang dengan pihak musuh utama mereka, yaitu Romawi
(Byazantium), juga dengan pihak Cina.
Ardasir memiliki posisi yang tinggi dalam sejarah
orang-orang iran. Dia dipandang sebagai sosok yang berhasil menyatukan bangsa
Iran, orang yang menghidupkan kembali ajaran Zoroaster, sekaligus sebagai
pendiri imperium Pahlavi. Ardasir wafat pada tahun 240 M dan digantikan oleh putranya.
Shapur yang kembali memerangi imperim Byzantium, dan berhasil menaklukan kaisar
Romawi.
Agama Zoroaster dinisbahkan kepada seorang nabi kuno
asal Persia bernama Zarathustra yang hidup sepanjang tahun 674-551 SM.
Keyakinan agama Zoroaster meliputi aspek monoteisme dan paganism sekaligus.
Mulanya, keyakinan Zoroaster hanya mencakup monoteisme saja. Namun seiring
perkembangannya, keyakinan agama ini juga meliputi paganisme prof. Dr. Ali
Abdul Wahid Wafi, seorang sarjanawan muslim kontemporer, mengatakan bahwa Zarathustra menyerukan ajaran monoteisme untuk
menyembah Tuhan yang tunggal, pencipta segala sesuatu dan segala alam, baik
yang berupa esensi (ruh) maupun materi (maddah). Dia menyebut Tuhan yang satu
itu dengan nama “Ahura Mazda”.[2]
B. Penganut
dan Perkembangan Agama Zoroaster
Sebelum Zarathustra lahir, agama bangsa persi adalah
bersumber pada ajaran polytheisme, paganism, dan animism. Tidak heran jika
dakwahnya pada periode pertama selama 12 tahun di media mendapat tantangan
hebat dari masyarakat. Hampir terjadi pembunuhan terhadap dirinya
hal ini disebabkan karena ajaran Zarathustra dipandang sangat berlawanan dengan
agama mereka.boleh dikatakan bahwa Zarathustra tahap pertama ini gagal. Sebab
hanya memperoleh jumlah pengikut yang sangat sedikit. Baru setelah ia pindah ke
Chorsma (Qazam) dimana raja Chorazma yang sangat bernama Hestapes (Menurut
Ejaan latin) atau Vitaspa (menurut ejaan
palava) serta menterinya Yasasp yang mengawini adik kandungannya bernama Pauron
Chista, keduanya menjadi pengikut, Zarathustra, pada tahun 618 SM, maka barulah
agama Zarathustra memperoleh kemajuan perkembangan di daerah tersebut.
Dikalangan pengikutnya berkembang
suatu legenda bahwa Zarathustra adalah rasul Ahura mazda untuk menyebarkan
ajaran agamanya serta menyelenggarakan api upacara ke seluruh kerajaan Persia.
Atas dasar tugas kerasulan, kemudian timbul perang antara Zarathustra serta
pengikut-pengikutnya di satu pihak dengan pengikut agama lama dipihak lain.
Perang demikian dianggap suci oleh
karena itu merupakan perjuangan melawan kesesatan dan keberhalaan. Dalam perang
suci itulah Zaratustra meninggal dunia. Beberapa puluh tahun kemudian
sepeninggalannya timbul cerita keajaiban seperti : Cerita tentang keajaiban
alam saat Zatathustra lahir, yaitu dunia goncang, orang buta menjadi sembuh,
orang lumpuh dapat berjalan kembali, iblis dan syaitan terkubur di bawah bumi,
dan sebagainya.[3]
Menurut penganut Zoroaster, Dzat
Ahura mazda adalah esensi murni yang suci dari segala bentuk materi, yang tak
dapat dilihat oleh pandangan mata atau tidak dapat ditangkap kedzatannya oleh
akal manusia. Banyak dari manusia yang tidak mampu mengimani dzat dengan sikap
seperti ini, kecuali jika dzat tersebut dirumuskan dan dijelaskan kedalam sebuah
rumusan yang bersifat material yang sekiranya dapat ditangkap oleh akal
manusia. Oleh karena itu Zoroastrianisme pun membuat rumusan tentang hakikat
ketuhanan Ahura Mazda dengan dua rumus penting.
Rumus pertama bersift transenden
(Samawi) yang disimbolkan dengan matahari, sedangka rumus kedua bersifat imanen (ardhi) yang
disimbolkan dengan api. Keduanya adalah unsur yang memancarkan cahaya,
menerangi semesta, suci, serta tidak dapat terkontaminasi oleh hal-hal yang
buruk an segala bentuk kerusakan. Kepada cahayalah kehidupan semesta raya ini
bergabung. Sifat inilah yang paling mendekati untuk digambarkan oleh manusia
akan sifat maha pencipta.
C.
Kitab Suci
Agama Zoroaster
Kitab suci agama Zoroaster dikenal dengan nama
Avesta. Ada tiga bagian di dalam kiitab ini :
1)
Gathas,
berupa nyanyian yang secara umum dapat dinisbahkan pada Zoroaster sendiri.
2)
Yashts
atau himne korban yang ditujukan kepada berbagai macam dewa.
3)
Vendidat
atau Videdat, “Aturan Melawan Syetan” berupa sebuah risalah yang terutama menyangkut
ketidak murnian ibadah dan perinsip dualism yang diperkenallkan oleh Zoroaster
dan diuraikan sangat panjang dalam bidang kehidupan praktis.[4]
D.
Ajaran dan
kepercayaan agama Zoroaster
Sumber
agama Zoroaster sama seperti sumber agama Hindu telah dijalankan di India dan
pengikut Zoroaster ada di Persia. Sumber asli dari agama yang sejenis dari
bangsa Arya adalah pemuja pada matahari. Ini adalah turunan langsung dari agama
nenek moyang nabi-nabi Yahudi juga. Tidak ada agama yang bisa lepas dari garis keturunan
ini.
Penganut
Zoroaster, bahkan sampai saat ini, menyembah dewa Ahurmazd dengan memandang dan
membungkukkan badan pada matahari. Arti simbolis dari ritual ini adalah
pemujaan cahaya, dan khususnya satu Cahaya yang tidak serupa di mana saja, yang
bersinar pada semua benda, dan padanya kehidupan seluruh semesta tergantung
secara mutlak. Ini adalah pelajaran yang diberikan di masa lalu untuk menyiapkan
pikiran manusia agar menjadi suka pada cahaya, sehingga pada suatu hari nanti
jiwanya akan terbuka, dan cahaya dari dalam diri, Matahari Abadi, pantulan yang
pada permukaannya addalah matahari, dapat memberikan pengetahuan dan dipuja.
Orang
menyebut penganut Zoroaster pemuja api. Ini adalah sebuah fakta. Mereka
menyediakan api yang tetap menyala di tempat pemujaannya. Api ini adalah sebuah
obyek yang terus dijaga di hadapan mereka ketia mereka berpikir tentang Tuhan,
karena api menyucikan semua benda, dan cahaya di dalamnya menyucikan semua
jiwa. Sesungguhnya, menyenangkan sekali jika ada api di musim dingin, dan
khususnya untuk membakar dupa, yang mengusi lembab dari tempat itu dan member
kemudahan untuk menarik nafas dalam-dalam dan bebas.
Hal
ini adalah, di bumi, api dapat menjadi pengganti matahari ketika suasana gelap
gulita, karena nyalanya member cahaya. Ia membangun lagi pikiran akan cahaya
dalam diri.
Mereka
memuja di hadapan aliran air dan pemandangan Alam yang berbeda yang berbicara
pada pendengaranya tentang ke Ilahian yang menetap di dalam diri mereka.[5]
Dilihat
dari sejumlah hidupnya, kebanyakan para ahli menganggap Zarathustra merupakan
tokoh reformis atau mujadid (Pemburu) terhadap agama tradisional yang telah
berkembang di lingkungan masyarakat saat itu. Meskipun ia sendiri adalah putra
iran yang dilahirkan dan diasuh dalam lingkungan tradisi agama lama, namun ia
merasa tidak puas dengan praktik-praktik pemimpin agama yang telah
menyelewengkan keyakinan agama kearah keberhalaan yang menyesatkan jiwa
masyarakat. Oleh karena itu ia bangkit dan berjuang untuk memperbaharuinya.
Agama
Indi Iran, sebelum Zarathustra, menurut para penyelidik ahli sejarah banyak
persamaannya dengan agama Vedda di India. Karena kedua agama tersebut berasal
dari satu rumpun kebangsaan yaitu bangsa Indo Jerman yang masuk atau menyerbu
India Utara pada tahun 1500 SM. Persamaan tersebut dapat dibuktikan dalam
beberapa hal sebagai berikut :
a)
Mengenal
adanya pemujaan, yaitu :
Mengenal pemujaan terhadap dewa mithra yaitu dewa
matahari.
Mengenal pemujaan terhadap dewa varunna yaitu dewa laut.
Mengenal pemujaan terhadap dewa hauma yaitu dewa
soma (nama tumbuh-tumbuhan).
b)
Mengenal
adanya kasta, yaitu :
Kasta kepada Negara dan pendeta.
Kasta militer.
Kasta petani atau penggarap tanah.
Masing-masing kasta ini mempunyai
dewa sendiri-sendiri. Dengan demikian tentu mereka mempunyai banyak dewa.
Poliytheisme agama Indo Iran tidak ada batas, oleh karena inilah Zarathustra
ingin memperbaiki system kepercayaan dan cara penyembahan kepada dewa-dewa yang
begitu rumit dengan sistem kepercayaan dan cara pemujaan yang mudah serta
praktis untuk diamalkan oleh masyarakat.
Sejak semula Zarathustra menolak
monotheisme dengan segala tradisinya baik dalam bentuk upacara-upacara korban
maupun system pemujaan. Sebaliknya hanya satu dewa yang dia pertahankan yaitu
dewa Asura atau dewa Alam, selanjutnya dewa Asura disebut dewa Ahueamazda oleh
Zarathustra.
Walaupun ajaran Zarathustra
berdasarkan monotheisme yaitu mempercayai dan menyembah satu dewa Ahurmazda.
Namun paham Zarathustra masih terpengaruh oleh agama alamiah Persia yang
bersifat panahesitis dan berpaham magisme yaitu kepercayaan terhadap kesatuan
dewa dengan alam semesta yang menjelma dalam pribadi magis yakni pendeta
tertinggi. Akan tetapi Zarathustra berhasil mengangkat Ahuramazda pada
kedudukan yang paling tinggi diantara para dewa yang ada dalam agama Persia
Kuno. Yang dikenal dengan agama Magisme.
Ajaran Zarathustra juga
membenarkan adanya makhluk-makhluk suci yang bersifat pengasih, penegak
kesusilaan. Makhluk-makhluk suci membantu perjuangannya. Akan tetapi setelah
Zarathustra meninggal, kepercayaan kepada makhluk-makhluk suci tersebut dirubah
menjadi konsepsi kedewataan yang dihubungkan dengan penciptaan alam yang
terdiri dari 6 penciptaan benda-benda alam yaitu :
1)
Asha
Vahista yaitu dewa tata tertib dan kebenaran yang indah digambarkan sebagai
dewa yang menguasai api.
2)
Vahu Manah
yaitu dewa hati nurani baik atau god mind digambarkan sebagai api jantan.
3)
Keshatra
Variya yaitu dewa yang mencintai dan menguasai logam-logam.
4)
Spenta
Armaity yaitu dewa kebangkitan yang maha pengasih yang menguasai bumi dan
tanah.
5)
Haurvatat
yaitu dewa kebulatan yang menguasai air dan tumbuh-tumbuhan.
6)
Amerta
yaitu dewa kekekalan yang menguasai air dan tumbuh-tumbuhan.
Prinsip
lain dari ajaran Zarathustra ialah kepercayaan adanya dua kekuatan alami yang
selalu berlawanan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan. Dua kekuatan ini
sama-sama kuatnya dan saling menaklukan. Asal-usul timbulnya pertentangan dua
kekuatan alamiah tersebut adalah bermula pada terciptanya 2 (dua) jenis roh
yang berlawanan kekuatan. Keduanya adalah putra Ahuramdza. Masing-masing
disebut Angra Mainya (Ahriman) dan Spenta Mainyu. Angra Mainya (Ahriman)
memihak kepada kerusakan, kejahatan, kedzaliman dan kekuatan syaitan serta
keberhalaan sedangkan roh Spenta Mainyu memihak kepada kebaikan sesuai dengan
kehendak ayahnya (Ahurmazda).
Dari titik
tolak pandang tentang dualisme kekuatan tersebut, maka dasar ajaran ketuhanan
Zarathustra adalah filsafat yang didasarkan prinsip kontradiksionisme (paham
mempertentangkan) antara dua kekuatan alamiah yang berlangsung sampai ada yang
terkalahkan.
Ahura
Mazda pada akhirnya akan mengalahkan kekuatan jahat, karena yang dapat kekal
hanyalah kekuatan kebaikan saja. Yaitu kekuatan Ahura Mazda itu sendiri,
sedangkan ahriman dan pengikutnya akan hancur musnah.
c)
Tentang
penciptaan alam
Agama
Zarathustra mengajarkan bahwa kekuatan moral dapat menguasai alam semesta ini.
Persaingan antara prinsip-prinsip baik dan buruk seperti terjadinya siang dan
malam dipandang sebagai keseluruhan sejarah semesta ini.
Menurut
ajaran Zarathustra ala mini sudah berusia 6000 tahun dan masih akan berusia
6000 tahun lagi atau usia ala mini 12.000 tahun lamanya. Sesudah 12.000 tahun
itu terjadilah kiamat.
Masa 12.000 tahun ini dibagi dalam
beberapa periode :
1)
Periode
3000 tahun yang pertama : yaitu masa Ahurmazda menciptakan alam semesta ini
dalam bentuk spiritual. Dalam masa-masa ini Angra Mainyu, dewa kejahatan
beserta 6 pembantu-pembantunya menciptakan alam sebagai tandingan dari yang
diciptakan oleh Ahuramazda.
2) Periode 3000 tahun yang kedua : Ahuramazda dan Angra
Mainyu saling berpacu dalam material, ternyata sama kuatnya dan saling kalah
mengalahkan. Itulah terjadinya gelap dan terang, siang dan malam.
3) Periode 3000
tahun ketiga : Zarathustra menerima wahyu dan menyiarkan kepada umat manusia.
4) Periode 3000 tahun keempat : Pada masa ini tiap seribu tahun akan muncul seorang Messiah atau
(Imam Mahdi menurut Islam) yang disebut masing-masing Shaoshayant adalah
keturunan Zarathustra. Adapun Shaoshayant yang terkait selain memimpin manusia
juga pembantunya. Setelah itu barulah terwujud perdamaian abadi dalam dunia
material.[6]
d)
Manusia
Manusia
pada asalnya adalah wujud ghaib, dan rohnya dalam bentuk fravashi dan fravhr,
ada sebelum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya adalah ciptaan Ohramzd, dan
roh itu tidak bersifat abadi. Manusia adalah milik Tuhan dan kepadanya dia
kembali.
e)
Etika
Sebagian
besar ajaran agama Zoroaster adalah menyangkut masalah etika. Dasar pikiran
teologisnya mempunyai pandangan moralistic tentang kehidupan. Kenyataan
kehidupan yang utama dan tidak bisa dihindari adalah kejelekan. Baik adalah baik dan jelek adalah jelek. Menolak
adanya kejelekan yang terpisah sama dengan mempertalikan atau
menghubungkan kejelekan pada Tuhan. Ini
tidak mungkin. Oleh karena itu, kejelekan tentu merupakan sesuatu yang berdiri
sendiri secara terpisah. Moralitas Zoroaster diungkapkan dalam tiga kata, yaitu
Humat, Hukht, dan Huvarst (Pikiran baik, Perkataan baik dan Perbuatan baik).
Dalam teks yang di nisbahkan pada
Adhurbadh, orang yang sering dianggap sebagai pelopor ajaran Zoroaster
Ortodoks, keseluruhan ditekankan kepada sikap yang tidak berlebih-lebihan serta
menghindari sikap ekstrim, hendaknya manusia menikmati hal-hal yang baik di
dunia sambil mempersiapkan diri, dengan perilaku yang benar dan masuk bagi
kehidupan abdi di akhirat.
f)
Peribadahan
Dalam
salah satu butir teks beberapa perkataan Adhurbadh bin Mahraspand ayat 72
disebutkan “pergilah ke kuil api tiga kali sehari dan bacalah do’a api”.
Kelanjutan ayat tersebut mengatakan bahwa “siapa yang paling sering pergi ke
kuil api dan membaca do’a api akan menerima banyak barang duniawi dan
kesucian”.
Zoroaster
mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribadah lima kali sehari. Ketika
matahari terbit, ketika tengah hari, ketika matahari terbenam, waktu setengah
hari seperti waktu ashar, tengah-tengah antara tengah hari dan waktu matahari
terbenam. Bagi agama Zoroaster, selama musim panas do’a-do’a yang dibaca pada
tengah hari berfungsi membantu orang yang saleh untuk berfikir tentang
kebenaran serta tentang kejayaan kebaikan sekarang dan yang akan datang
sedangkan selama musim dingin adalah merupakan peringatan tahunan akan adanya
kekuatan kejahatan yang mengancam dan perlunya bertahan terhadapnya.
Tambahan baru lainnya adalah waktu
tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat matahari terbit. Doa ini
dipersembahkan bagi Sraosha Tuhannya do’a.
Do’a
atau sembahyang lima kali sehari merupakan kewajiban yang mengikat bagi para
pemeluk agama Zoroaster, bagian pengabdian wajibnya pada Tuhan, dan senjata did
lam bertarung melawan kejahatan.
Bentuk dan isi sembahyang yang dikenal
dari praktek yang ada adalah sebagai berikut :
Ø
Mempersiapkan
diri dengan mencuci wajah, tangan dan kaki dari kotoran debu.
Ø
Melepas
tali kawat suci dan berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di
mukanya, tegak lurus dihadapan penciptanya, matanya menatap symbol kebajikan
api, kemudian berdo’a pada Ohrmazd (Ahura Mazda), mengutuk Ahriman (sambil
memukul-mukulkan ujung kawat dengan penghinaan), memasang tali kawat lagi
sambil berdo’a. Keseluruhan pelaksanaan
memakan waktu ± lima menit.
Di samping kewajiban individu diatas,
para pengikut Zoroaster masih mempunyai kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh
macam peringatan hari besar tahunan. Waktu peringatan berbeda-beda :
1)
Pertengahan
musim semi.
2)
Pertengahan
musim panas.
3)
Pertengahan
musim dingin.
4)
Upacara
khusus bagi kelahiran.
5)
Menginjak
usia pubertas.
6)
Perkawinan.
7)
Kematian.
g)
Pengadilan
saat kematian
Ajaran
agama Zoroaster tentang nasib roh setelah mati terlihat sangat jelas. Konsep
kitab Avesta memberi dasar ajaran ini dan teks ini telah disalin dengan sedikit
bervariasi di dalam kitab Pahlavi. Setiap roh manusia setelah meninggalkan
kehidupan dunia ini akan bergentayangan menunggu selama tiga hari di dekat
jasad yang sudah menjadi mayat. Pada hari keempat, roh mengalami pengadilan
diatas “jembatan pembalasan”, jembatan yang dijaga oleh dewa Rashu yang
bertindak sebagai hakim yang secara sangat adil menimbang perbuatan baik dan
buruk manusia. Jika perbuatan baiknya lebih berat, roh tersebut di ijinkan
langsung menuju surga, tetapi jika perbuatan buruknya lebih besar, roh tersebut
ditarik dan dimasukan ke dalam neraka apabila perbuatan baik dan buruknya
seimbang, maka roh tersebut dibawa ke suatu tempat yang bernama Hamestagan atau
tempat campuran.
Neraka di dalam agama Zoroaster
bukan merupakan tempat penyiksaan abadi. Neraka hanya bersifat sementara dan
merupakan tempat penyucian dari noda-noda dosa. Akhir penyucian dosa terjadi
pada pengadilan (Nisab) terakhir pada akhir zaman.
h)
Hari
kebangkitan
Sebagaimana
dapat dipahami dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, pengadilan roh
pada saat kematian hanyalah merupakan suatu
pendahuluan bagi pengadilan akhir hari kiamat. Perhitungan terakhir,
menurut agama Zoroaster, juga hanya berupa tiga hari “penyucian” di dalam logam
yang meleleh dan setelah itu roh-roh terkutuk bangkit dari neraka dan seluruh
umat manusia tnpa kecuali berkumpul dalam surga tempat tinggal Ahriman dan
syetan-syetan. Tuhan melunakan keadilan dengan rasa belas kasihan. Dia tidak
mempunyai sifat yang kejam dan sama sekali tidak bisa murka.
Konsepsi
surga menurut agama Zoroaster sangat sederhana. Surga adalah suatu keadaan yang
kembali kepada kehidupan dunia yang ideal dipulihkan, suatu kehidupan yang
berpusat disekitar keluarga manusia diamankan suami sekali lagi bisa menikmati
keinginan istrinya yang sah dengan disertai anak-anaknya. Kehidupan disurga
adalah penyempurnaan alami dari pada kehidupan di dunia dengan kekecualian
manusia tidak lagi mempunyai nafsu makan dan merupakan tempat para roh memuji
rahmad dan Ahmaspand dengan keras. Disana seluruh keluarga manusia berkumpul
dalam suatu kehidupan abadi dan
kenikmatan yang abadi pula.[7]
i)
Konsep Api
dalam ajaran agama Zoroaster
Zoroaster
menganjurkan pengikutnya untuk senantiasa menyalakan api suci di tungku-tungku
api yang terdapat di setiap kuil
peribadahan. Api tersebut harus selalu menyala dan memancarkan cahaya. Tungku
api itu dijaga dan diurus oleh para pemimpin agama (magis), Rohaniwan muda,
juga oleh para pendeta kuil. Setiap
hari, mereka selalu memasukan kayu cendana ke dalam tungku api sebanyak
lima kali atau kayu lain yang mengeluarkan aroma wewangian khas, juga
menaburkan serbuk-serbuk dan cairan wewangian sehingga udara di dalam kuil
selalu terasa segar dan harum semerbak. Mereka juga memanjatkan do’a dan
melaksanakan ritual keagamaan disekitar api tersebut. Dalam tradisi
Zoroastrianisme, ketika akan mendirikan sebuah kuil api baru, mereka diharuskan
menyalakan api terlebih dahulu pada Sembilan buah lilin atau obor. Nyala api
diobor pertama kemudian disalurkan untuk nyala api diobor kedua, dan seterusnya
hingga pada obor terakhir itulah yang telah sampai pada derajat kesucian api. Dan
dari api kesembilan itu mereka menyalakan api pada tungku kuil baru tersebut.
j)
Ritual
Kematian Agama Zoroaster
Zoroasternisme
tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal
karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritual
kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower
of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki,
perempuan dan anak-anak. Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara
kematian adalah sebagai berikut :
1)
Mayat
dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke
Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.
2) Sesudah
itu, mayat lalu dibawa ke Dakhma atau Menara Ketenangan.
3) Disana
mayat akan ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan
agar dimakan oleh burung-burung.
4) Sisa-sisa
tulang kemudian dibuang ke dalam sumur.
k)
Upacara
Keagamaan Sehari-hari dan Hari raya
Untuk
melangsungkan upacara keagamaan sehari-hari, penganut Zoroaster tidak
diharuskan pergi ke kuil. Mereka dapat berdoa di mana saja seperti di
gunung-gunung, sungai-sungai, lading-ladang ataupun di rumah. Mereka dapat
menyampaikan nazar, penyesalan dosa, ungkapan terima kasih, dan sebagainya.
Waktu yang dirasakan tepat untuk melakukan upacara agama sehari-hari adalah di
pagi hari. Zoroastrianisme mempunyai beberapa hari raya atau disebut Gahambars.
Perayaan Tahun Baru (Naw Ruz atau Noruz) merupakan hari raya yang dirayakan
paling meriah. Selain itu, ada juga Festival Seribu Hari (Sada) yang dirayakan
di dekat sungai, pengenangan akan orang-orang yang telah meninggal, dan
perayaan Ulang Tahun Zoroaster.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sumber agama Zoroaster
sama seperti sumber agama Hindu telah dijalankan di India dan pengikut
Zoroaster ada di Persia. Sumber asli dari agama yang sejenis dari bangsa Arya
adalah pemuja pada matahari. Ini adalah turunan langsung dari agama nenek
moyang nabi-nabi Yahudi juga. Tidak ada agama yang bisa lepas dari garis
keturunan ini.
Penganut Zoroaster,
bahkan sampai saat ini, menyembah dewa Ahurmazd dengan memandang dan
membungkukkan badan pada matahari. Arti simbolis dari ritual ini adalah pemujaan
cahaya, dan khususnya satu Cahaya yang tidak serupa di mana saja, yang bersinar
pada semua benda, dan padanya kehidupan seluruh semesta tergantung secara
mutlak. Ini adalah pelajaran yang diberikan di masa lalu untuk menyiapkan
pikiran manusia agar menjadi suka pada cahaya, sehingga pada suatu hari nanti
jiwanya akan terbuka, dan cahaya dari dalam diri, Matahari Abadi, pantulan yang
pada permukaannya addalah matahari, dapat memberikan pengetahuan dan dipuja.
DAFTAR PUSTAKA
Sami bin Abdullah al-maghlouth, atlas agama-agama,Jakarta:
penerbit almahira,2011.
Arifin, prof.HM, menguak misteri ajaran agama-agama
besar,Jakarta:PT Golden trayor press, 1986.
Ali mukti,H.A,Agama-agama di dunia, yogjakarta:Hanindita
Offset, 1988.
http/www.wikipedia.com, senin 18-03-2013, 14.24
Khan Inayat Hazrat, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta
: Putra Langit, 2003),
[1] Hazrat Inayat Khan, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta
: Putra Langit, 2003), hal. 215-216
[2] Sami bin Abdullah
al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama, (Jakarta
:Almahira,2011), hal.465-466
[3] Prof. HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar,
(Jakarta : PT Golden Trayon Press,1986), hal.19
[4] H.A Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : PT.
HAnindita Offset,1988), hal.270
[5] Hazrat Inayah Khan, Kesatuan Ideal Agama-Agama, (Yogyakarta
: Putra Langit,2003), hal. 217-218
[6] H.A Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : PT.
HAnindita Offset,1988), hal.19-21
[7] Ibid, hal.271
[8]
Http.www.wikipedia.com.senin18-03-2013, 14.24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar